Here to share knowledge, information and entertainment. I believe only the smart people who can take advantage of this opportunity. May be useful, and don’t forget to leave your comments and suggestions to build this page. Thank you d^_^b

Kamis, 05 April 2012

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TECHING AND LEARNING)

MAKALAH STRATEGI PEMBELAJARAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)



OLEH


NISWATIN







UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2001
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlakukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Itulah tujuan pendidikan agama Islam yang dicantumkan dalam pasal Undang-undang RI No. 20 tentang SISDIKNAS.
Sedangkan Pendidikan Islam adalah pendidikan individual dan masyarakat, karena di dalam ajaran Islam berisi tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama serta lebih banyak menekankan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan sendiri maupun orang lain
Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah atau di madrasah, dalam pelaksanaannya masih menunjukkan berbagai permasahalan yang kurang menyenangkan.  Seperti halnya proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah saat ini masih sebatas sebagai proses penyampaian “pengetahuan tentang Agama Islam.” Hanya sedikit yang arahnya pada proses internalisasi nilai-nilai Islam pada diri siswa. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru masih dominan ceramah. Proses internalisasi tidak secara otomatis terjadi ketika nilai-nilai tertentu sudah dipahami oleh siswa. Artinya, metode ceramah yang digunakan guru ketika mengajar PAI berpeluang besar gagalnya proses internalisasi nilai-nilai agama Islam pada diri siswa, hal ini disebabkan siswa kurang termotivasi untuk belajar materi PAI
Begitu juga selama ini banyak berbagai kritik terhadap pelaksanaan pendidikan agama yang sedang berlangsung di sekolah, bahwa PAI di sekolah lebih bersifat verbalistik dan formalis atau merupakan tempelan saja. Metodologi pendidikan agama tidak kunjung berubah sejak dulu hingga sekarang, padahal masyarakat yang dihadapi sudah banyak mengalami perubahan. Pendekatan PAI cenderung normatif tanpa dibarengi ilustrasi konteks sosial budaya, sehingga siswa kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian.
Seperti halnya metode pembelajaran agama Islam yang selama ini lebih ditekankan pada hafalan (padahal Islam penuh dengan nilai-nilai yang harus dipraktekkan dalam perilaku keseharian), akibatnya siswa kurang memahami kegunaan dan manfaat dari apa yang telah dipelajari dalam materi PAI yang menyebabkan tidak adanya motivasi siswa untuk belajar materi PAI.
Dalam upaya untuk merealisasikan pelaksanaan pendidikan agama Islam, guru dituntut untuk menguasai pengetahuan yang memadai dan teknik-teknik mengajar yang baik agar ia mampu menciptakan suasana pengajaran yang efektif dan efisien atau dapat mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan
Melihat kenyataan yang ada di lapangan, sebagian besar teknik dan suasana pengajaran di sekolah-sekolah yang digunakan para guru kita tampaknya lebih banyak menghambat untuk memotivasi potensi otak. Sebagai contoh, seorang peserta didik hanya disiapkan sebagai seorang anak yang harus mau mendengarkan, mau menerima seluruh informasi dan mentaati segala perlakuan gurunya. Dan yang lebih parah lagi adalah fakta bahwa semua yang dipelajari di bangku sekolah itu ternyata tidak integratif dengan kehidupan sehari-hari. Bahkan tak jarang realitas sehari-hari yang mereka saksikan bertolak belakang dengan pelajaran di sekolah. Budaya dan mental semacam ini pada gilirannya membuat siswa tidak mampu mengaktivasi kemampuan otaknya. Sehingga mereka tidak memiliki keberanian menyampaikan pendapat, lemah penalaran dan tergantung pada orang lain
Untuk memilih metode dan teknik yang digunakan memang memerlukan keahlian tersendiri. Seorang pendidik harus pandai memilih metode dan teknik yang akan dipergunakan, dan teknik tersebut harus dapat memotivasi serta memberikan kepuasan bagi anak didiknya seperti hasil atau prestasi belajar siswa yang semakin meningkat.
Untuk menjawab persoalan-persoalan tersebut perlu diterapkan suatu cara alternatif guna mempelajari PAI yang kondusif dengan suasana yang cenderung rekreatif sehingga memotivasi siswa untuk mengembangkan potensi kreativitasnya. Salah satu alternatif yang bisa digunakan adalah dengan penerapan suatu paradigma baru dalam pembelajaran di kelas yaitu dengan metode pembelajaran kontekstual, dikarenakan ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan lebih baik jika lingkungannya diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak-anak “mengalami” apa yang dipelajarinya, bukan “mengetahui”-nya.
Salah satu alternatif yang bisa dilakukan dalam menumbuhkan motivasi belajar siswa pada materi PAI yaitu dengan penerapan teknik Learning Community. Teknik Learning Community adalah salah satu dari tujuh komponen yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual. Teknik Learning Community merupakan suatu teknik belajar dengan bekerja sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik dibanding dengan belajar sendiri
Maka dengan penggunaan teknik Learning Community ini diharapkan agar materi pelajaran PAI dapat mudah dipahami dan dapat meningkatkan motivasi serta prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran PAI. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang menyatakan bahwa salah satu cara menggerakkan motivasi belajar adalah dengan pelaksanaan kelompok
B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas oleh penulis dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kontekstual Contextual teaching and Learning (CTL)?
2.      Apakah yang melatarbelakangi pembelajaran kontekstual Contextual teaching and Learning (CTL)?
3.      Apa perbedaan CTL dengan pembelajaran konvensional?
4.      Apa peran guru dan siswa dalam pembelajaran kontekstual Contextual teaching and Learning (CTL)?
5.      Apa saja asas-asas dalam pembelajaran kontekstual Contextual teaching and Learning (CTL)?
6.      Apa saja strategi implementsi pembelajaran kontekstual Contextual teaching and Learning (CTL) di dalam kelas?
7.      Ap  saja prinsip penerapan pembelajaran kontekstual Contextual teaching and Learning (CTL)?
8.      Bagaimana karakteristik pembelajaran kontekstual Contextual teaching and Learning (CTL)?






BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Pembahasan tentang Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual
Pada dasarnya konsep pembelajaran kontekstual dengan prinsip-prinsipnya bukan merupakan konsep baru. Konsep dasar pendekatan ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 1916 oleh John Dewey yang menganjurkan agar kurikulum dan metodologi pengajaran dipertautkan dengan pengalaman dan minat siswa. Proses belajar akan sangat efektif bila pengetahuan baru diberikan berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya 
Contextual teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penh ntuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Ada tiga hal yang harus dipahami. Pertama CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, kedua CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, ketiga mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupan.
Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL.
·      Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge)
·      Pembelajaran ntuk memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge)
·      Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge)
·      Mempraktikan pengetrahuan dan pengalaman tersebut (applying knomledge)
·      Melakukan refleksi (reflecting knowledge)




B. Latar Belakang Filosofi dan Psikologis CTL
1.   Latar belakang Filosofis
CTL banyak dipengarhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Piaget berpendapat, bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan “skema”. Skema terbentuk karena pengalaman, dan proses penyempurnaan skema itu dinamakan asimilasi dan semakin besar pertumbuhan anak maka skema akan semakin sempurna yang kemudian disebut dengan proses akomodasi.
Pendapat Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognitif anak, sangat berpengaruh terhadap beberapa model pembelajaran, diantaranya model pembelajaran kontekstual.. menurut pembelajaran kontekstual, pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa.
2.   Latar belakangPsikologis
Dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan stimulus dan respon. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi, dan kemampuan atau pengalaman.
Ada yang perlu dipahami tentang pbelajar dalam konteks CTL.
·      Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengkontruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki
·      Belajar bukan sekedar mengumnpulkan fakta yang lepas-lepas.
·      Belajar adalah proses pemecahan masalah
·      Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang dari yang sederhana menuju yang kompleks
·      Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan.




C. Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensioanal
NO
Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensioanal
CTL
Pembelajaran Konvensional
1
Siswa sebagai subjek belajar
Siswa sebagai objek belajar
2.
Siswa belajar melalui kegiatan kelompok
Siswa lebih banyak belajar secara individu
3.
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata
Pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak
4
Kemampuan didasarkan atas pengalaman
Kemampuan diperoleh dari latihan-latihan
5
Tujuan akhir kepuasan diri
Tujuan akhir nilai atau angka
6
Prilaku dibangun atas kesadaran
Prilaku dibangun oleh factor dari luar
7
Pengetahuan yang dimiliki individu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya
Pengetahuan yang dimiliki bersifat absolute dan final, tidak mungkin berkembang.
8
Siswa bertanggungjawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran
Guru penentu jalannya proses pembelajaran
9
Pembelajaran bisa terjadi dimana saja
Pembelajaran terjadi hanya di dalam kelas
10
Keberhasilan pembelajaran dapat diukur dengan berbagai cara
Keberhasilan pembelajaran hanya bisa diukur dengan tes

D. Peran Guru dan Siswa dalam CTL
Setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar. Perbedaan yang dimiliki siswa tersebut dinamakan sebagai unsure modalitas belajar. Menurut Bobbi Deporter ada tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu tive visual, auditorial dan kinestis.
Tipe visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, sedang tipe auditorial adalah tipe belajar dengan cara menggunakan alat pendengarannya, dan tipe kinestetis adalah tipe belajar dengan cara bergerak.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru manakala menggunakan pendekatan CTL.
·      Siswa harus dipandang sebagai individu yang sedang berkembang
·      setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan
·      belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui
·      belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada.
E.   Asas-Asas/komponen CTL
CTL sebagi suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL
1. Konstruktivisme
Adalah proses pembangunan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
2. Inkuiri
Adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Proses inkuiri dilakukan dalam beberapa langkah:
·      Merumuskan masalah
·      Mengajukan hipotesis
·      Mengumpulkan data
·      Menguji hipnotis berdasarkan data yang ditemukan
·      Membuat kesimpulan
3. Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir.
Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk:
a)      menggali informasi dan kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran
b)      membangkitkan motvasi siswa untuk belajar
c)      merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuat
d)      memfokuskan siswa pada suatu yang diinginkan
e)      membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep Masyarakat Belajar (Learning Community) dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Dalam kelas CTL, asas ini dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar.
5. Pemodelan (Modeling)
Merupakan proses pembelajarn dengan memperagakan sesuatu sebagai conto yang dapat ditiru oleh setiap siswa.
6. Refleksi (Reflection)
Merupakan proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilalui.
7. Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.
F.   Strategi Im[pementasi Pembelajaran CTL di kelas
  1. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
  2. kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
  3. Ciptakan masyarakat belajar.
  4. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
  5. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
  6. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
G.  Prinsip Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Dalam bukunya Nurhadi (2004: 20-21) yang berkaitan dengan faktor kebutuhan individu siswa, untuk menerapkan pembelajaran kontekstual guru perlu memegang prinsip pembelajaran berikut ini:
a.      Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental (depelopmentally appropriate) siswa.
Hubungan antara isi kurikulum dan metodologi yang digunakan untuk mengajar harus didasarkan kepada kondisi sosial, emosional dan perkembangan intelektual siswa. Jadi, usia siswa dan karakteristik individual lainnya serta kondisi sosial dan lingkungan budaya siswa haruslah menjadi perhatian di dalam merencanakan pembelajaran. Contohnya, apa yang telah dipelajari dan dilakukan oleh siswa SLTP tentunya berbeda dengan apa yang dipelajari dan dikerjakan oleh siswa SMU
b.      Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung (independent learning groups).
Siswa saling belajar dari sesamanya di dalam kelompok-kelompok kecil dan belajar bekerja sama dalam tim lebih besar (kelas). Kemampuan itu merupakan bentuk kerja sama yang diperlukan oleh orang dewasa di tempat kerja dan konteks lain. Jadi, siswa diharapkan untuk berperan aktif.
c.      Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self-regulated learning).
H.  Karakteristik Pembelajaran  CTL
  Kerjasama
  Saling menunjang
  Menyenangkan, tidak membosankan
  Belajar dengan bergairah
  Pembelajaran terintegrasi
  Menggunakan berbagai sumber
  Siswa aktif
  Sharing dengan teman
  Siswa kritis guru kreatif
  Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
  Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain









DAFTAR PUSTAKA

Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.
Gunarso, Singgih D. 1990. Psikologi Perkembangan. Jakarta: P.T. BPK Gunung Mulia.
Hadi, Nur. Dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.
Hadi, Sutrisno. 1993. Metode Resech II.  Yogyakarta: Andi Offset.
Hamalik, Dr. Oemar. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Hamdani, A. Saepul. Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Pembelajaran PAI. Surabaya: NIZAMIA Jurnal Pendidikan dan Pemikiran Islam: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Hartatik, dkk, 2002. Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat, Malang: Universitas Negeri Malang.
Kasihani, dkk. 2003. Pembelajaran Berbasis CTL. Makalah Disampaikan pada Sarasehan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (CTL) di Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.  

PERGAULAN BEBAS DAN FREE SEX

Merupakan salah satu ciri  kebudayaan orang yang tidak beriman dan tidak punya peradaban. Pada dasarnya pada manusia terdapat libido        “ dasar birahi “ yang tidak dapat dirasakan karena terletak di alam bawah sadar, dimana manusia amat lemah terhadap daya tarik yang berhubungan dengan rasa birahi tersebut. Maka apabila seorang Laki-Laki dan Perempuan saling berhadap-hadapan sangat memungkinkan terjadinya “ pertarungan nafsu birahi” dari kedua belah pihak.
Setiap hari berton-ton “ bom seks “ meledak yang mengakibatkan runtuhnya peradaban  masyarakat. (hmm syerem)
Dalam perkembangan biologis seseorang akan terjadi pertumbuhan kelenjar-kelenjar seksual, tahap ini sangat menonjol di usia remaja. Perkembangan prilaku seksual yang berkaitan dengan diri remaja sendiri yang paling menonjol adalah kecenderungan onani (Laki-Laki) dan masturbasi (bagi Perempuan), yaitu bermain-main alat kelamin untuk kenikmatan diri sendiri, hal ini termasuk dalam penyimpangan seksual. Dr. Moory Wood mengatakan dalam bukunya
“Hal-hal yang harus dikenal oleh para remaja”.
Pertama-tama para remaja harus mengubah pandangan hidup terhadap hal-hal yang berhubungan dengan seks. Memang menutup segala pintu penyimpangan seks merupakan suatu metode yang paling baik dalam pendidikan. Namun, jika selalu memikirkan jalan yang positif maka kecenderungan untuk berfikir kearah seks akan terhindarkan.

Mengapa kita harus menghindari onani atau masturbasi ?
Karena akibat secara medis maupun secara agamis sangat buruk.
©     Secara medis
Onani atau masturbasi bisa berakibat merusak mental dan kesehatan, mengakibatkan lemah ingatan,lemah penglihatan, turunnya ketahanan tubuh, turunnya berat badan, lemah syahwat, impotensi dll

©  Menurut pandangan Islam
Dalam hal ini menurut Iman Malik. Imam Syafi’i dan Imam Zaid menyatakan bahwa melakukan onani atau masturbasi adalah HARAM. Pendapat didasarkan pada argumentasi bahwa Allah SWT telah memerintahkan orang yang beriman untuk menjaga kemaluannya kecuali untuk bersetubuh dengan istrinya.
Allah berfirman
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ﴿٥﴾ إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ ﴿٦﴾ فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَ‌ٰلِكَ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas” (Al-Mulminun: 5-7)

Ayat diatas jelas menerangkan bahwa onani dan masturbasi adalah perbuatan yang melampaui batas. Karena perbuatan tersebut termasuk penyimpangan seksual, maka hukumnya HARAM.

 Lalu bagaimana dengan Homoseksual maupun Lesbian ?
Homoseksual atau dikenal juga sebutan sodomi adalah hubungan kelamin (seks) sesama Laki-Laki, sedangkan Lesbian merupakan hubungan kelamin sesama perempuan. Kedua penyimpangan seksual ini tergolong seksual yang tidak normal dan termasuk dosa besar.

Menurut mazhab Imam Syafi’i dan Imam Ahmad ada 2 kemungkinan :
1.    Homoseksual hukumnya sama dengan zina kedua pelakunya dihukum sesuai hukuman zina
2.   Mereka yang aktif (bertindak sebagai Laki-Laki) dihukum rajam, sedangkan yang pasif (bertindak sebagai Perempuan)tidak dihukum rajam tetapi diasingkan.

Dari segi kesehatan homoseksual bisa berpengaruh terhadap jiwa, daya pikir dan akhlak.

©     Pengaruh homoseksual terhadap jiwa
Pada diri homoseks mengalami kegoncangan , hal ini karena ia merasakan kelainan-kelainan perasaan terhadap kenyataan dirinya. Ia merasa sebagai seorang wanita, sementara kenyataan organ tubuhnya Laki-Laki. Perasaan kewanitaan menyebabkan ia lebih menaruh simpati atau jatuh cinta kepada orang-orang yang sejenis dengan dirinya untuk memuaskan libido seksualnya.

©     Pengaruh homoseksual terhadap daya pikir
Dalam hal ini homoseksual antara lain menyebabkan :
1.    Terjadiny syndrom atau himpunan gejala-gejala penyakit mental yang disebut “neurasthenia” (penyakit lemah syahwat)
2.   Depresi mental yang mengakibatkan ia suka menyendiri dan tersinggung.
3.   Mempengaruhi otak. Sehingga  kemampuan berfikir menjadi lemah. Ia hanya berfikir secara global, daya tangkapnya berkurang dan minat berfikirnya juga sangat lemah. Sehingga secara umum dapat dikatakan otaknya melemah.

©     Pengaruh homoseksual terhadap akhlak
Perilaku homoseks cenderung berakhlak jelek dan merusak unsur akhlak. Ia hampir tidak dapat membedakan barang yang baik dan yang buruk. Selain itu orang yang kecanduan homoseksual pada umumnya lemah dan tidak mempunyai kekuatan batin dan sulit mengendalikan perbuatannya.